Jerman kali ini – Ep.3 Rhein dan Keabadian Cinta

Berhulu dari Pegunungan Alpen di Swiss, lalu mengalir turun setelah melewati perbatasan negara Leichtenstein, Austria, kemudian mengular melalui kota-kota di Jerman (mulai dari Mainz, Bingen, Bonn, Cologne, Dusseldorf, Duisburg), lalu menembus masuk ke Perancis, dan akhirnya bermuara di tepi North Sea dekat Rotterdam, Belanda. Itulah perjalanan panjang dari aliran Sungai Rhein.

Melewati berbagai, membuatnya memiliki beberapa perbedaan dalam penulisan nama. Rhine (Perancis), Rhein (Jerman), Rijn (Belanda), dan Rhenus (nama lainnya). Sebutan yang paling populer adalah versi Perancisnya, Rhine. Nama sungai ini sebenarnya berasal dari kata ‘renos’ yang ’mengalir jauh’. Ya, sungai ini mengalir jauh membelah Eropa, yaitu sepanjang kira-kira 1.320 km.

Lalu apa menariknya Sungai itu selain panjang dan membelah beberapa negara?

**

Pagi ke-5 di Jerman, tetiba saya ingin belanja oleh-oleh dan sight-seeing melihat-lihat keindahan kota Köln (Cologne). Cukup dekat dari Bonn, hanya sekitar 1 jam perjalanan dengan kereta regional. Terlebih dahulu saya janjian dengan kenalan saya (Simon namanya) yang bekerja di kantor Maskapai Lufthansa di Koln untuk memandu saya berkeliling di sana. Sebenarnya agak ga enak, karena baru kenal 2 hari sudah mau minta tolong yang agak merepotkan. Tapi untungnya dia lagi libur dan bersedia.

TIba di Koln, keluar dari Hauptbahnhof (stasiun kereta utama) langsung di sambut oleh kemegahan Katedral Köln. Katedral gotik terbesar pada jamannya dan sekarang masih menjadi salah satu katedral terbesar di Eropa bagian utara. Saya sempat masuk ke dalamnya melihat-lihat karekter arsitekturnya yang menarik, sambil menunggu hujan reda. Oia, memang agak aneh cuaca hari ini, 3 hari awal terasa musim panasnya temperatur mencapai 37 derajat celcius, tapi hari ini dingin dan hujan.

Berlanjut ke tujuan utama saya ke Koln yaitu cari oleh-oleh. Berbeda dengan Bonn yang tergolong kota kecil dan hanya sedikit memiliki tempat perbelanjaan, Koln justru adalah kota belanja. Ada kawasan di Köln yang namanya Schildergasse, yang merupakan salah satu shoping street tersibuk di Eropa, konon katanya sampai 13.000 orang per jam yang melaluinya setiap hari (sumber wikipedia).

Mungkin seperti Kurfürstendamm di Berlin atau Cihampelas dan Braga di Bandung kali ya 🙂

Namun, untungnya kali saya kesitu cukup sepi, mungkin karena masih pagi dan habis hujan. Jadi bisa berbelanja oleh-oleh untuk istri dan keluarga dengan tenang, nyaman dan tuntas.

Nyari oleh-oleh pun tuntas dan kini perut yang mulai protes. Jadi saya dan kawan saya Simon cari makan siang. Kami makan Bebek Goreng dan Nasi di restoran Ni Hao. Walau restorannya kecil, katanya cukup terkenal dikalangan orang Indonesia dan Asia yang ada di Köln. Akhirnya setelah beberapa hari terakhir makan-makan yang hambar ala jerman dan tidak ketemu nasi, kini saya bisa makan lahap dengan nikmat lagi. Oia, Bebeknya itu satu ekor dan Nasinya satu bakul hahaha.. untuk dua orang sih.. 😀

Setelah perut kenyang dan urusan tuntas, ada beberapa tempat lagi yang katanya menarik di kunjugi. Namun yang paling menarik menurut saya adalah Jembatan Hohenzollern di tepian Sungai Rhein. Seperti yang sedikit saya pertanyakan pada awal tulisan ini, Menariknya dimana?

Menariknya pada gembok-gembok yang dikaitkan pada pagar-pagar sepanjang jembatan Sungai Rhein tersebut. Bukan cuma satu dua gembok, tapi mungkin puluhan ribu, karena hampir seluruh bagian pagar-pagar jembatan ini penuh oleh gembok.

Pertama lihat hal yang semacam ini di film Thailand yang judulnya “Hello Stranger” yang settingnya di Korea, kedua kali di ending film Amerika yang judulnya “Now You See Me” yang settingnya di Prancis, dan saya tidak menyangka ketigakalinya saya lihat yang aslinya di salah satu tempat legenda ini bermulai, di tepian Sungai Rhein nya langsung.

Orang-orang Jerman menyebutnya Leibes Schölsser atau Gembok Cinta. Ada yang bilang gembok dan kunci itu sebagai simbolisasi kelanggengan dan keabadian cinta. Ada juga yang bilang untuk mengunci rahasia rapat-rapat karena kuncinya ditenggelamkan kedasar sungai sehingga ga bisa dibuka lagi.

Menariknya bagi saya dengan melihat begitu banyak orang-orang yang mempraktekkan hal ini -diluar konteks mereka benar-benar percaya atau tidak- ternyata simbolis atau tindakan nyata itu sangat berarti bagi kita manusia dalam mengekspresikan hal-hal yang tidak bisa dilambangkan atau hanya bisa dirasa.

**

Lihat juga cerita sebelumnya :

Jerman kali ini – Ep.1 Intro

Jerman kali ini – Ep.2 Bonn Kotanya Beethoven

3 thoughts on “Jerman kali ini – Ep.3 Rhein dan Keabadian Cinta

Apa komentarmu?